Di tempat duduknya Jeje merasa bosan. Saat itu sedang waktunya istirahat. Ia ingin berbaur dengan Shania serta Sonya, Tapi setelah kejadian kemarin Jeje jadi merasa tidak enak. Ditambah lagi Shania menjadi jutek padanya. Sejak masuk tadi, Shania tidak menyapanya, tidak seperti biasanya. Mungkin Shania masih ngambek dengan dirinya. Sesekali kerlingan Jeje mengarah ke Shania. Tapi shania tidak pernah meliriknya. Apakah ia sengaja? Semarah itukah dia padaku?
Jeje pun memberanikan dirinya untuk menghampiri Shania. Walaupun Shania akan bersikap pahit padanya, Jeje akan terima. Ia pun berjalan menuju Kursi Shania serta Sonya.''Hai, kalian gak jajan?'' tanyanya.
''Aku udah kenyang, Je. Kenapa? Kamu mau aku anter ke kantin?'' Ajak Sonya.
Jeje mengeluh dalam hati. ''Kenapa hanya Sonya yang merespon, padahal aku ingin sekali Jika Shania juga menjawab pertanyaanku tadi.''
''Apa kamu mau jajan, shan?'' tanya Jeje pada Shania.
''Kalian aja.'' sahutnya singkat.
Perubahan suasana hati Shania memang bisa begitu tiba tiba. Dalam sekejap ia bisa berubah dari luar biasa ramah menjadi merasa emosian. Ia sama sekali tak bisa mengontrol emosinya.
Jeje menjadi salah tingkah. Ia melirik ke arah Sonya, tetapi ia sama saja. Seharusnya Sonya bisa memahami suasana saat ini. ''Keadaan mengapung gini bukannya membantu ku.'' gerutu Jeje pada Sonya dalam hatinya. Apa mungkin terjadi sesuatu di tempat latihan? Apa mereka dikeluarkan karena gak dapat penggantinya? Kalaupun begitu, pasti mereka sangat marah padaku.
Jeje sangat penasaran betul apa yang sudah terjadi ditempat latihan mereka. Mau tanya, tapi gak enak. Sebab pasti dirinya lah yang sudah membuat semuanya jadi kacau. Kok Jadi begini kaku suasananya? Ayolah, siapa saja bukalah sebuah topik. Jika kalian ingin memarahiku, akan aku terima jika kalian nantinya akan merasa lega.
''Oya, Je. Ada salam dari Kak Cleo. Dia sangat mengkhawatirkan kamu.'' kata Sonya.
Akhirnya! Panda mau juga berbicara padaku.
''Oh, benarkah? Wah, ternyata kak Cleo mencemaskan aku, ya. Sampaikan saja makasih padanya.'' jawab riang Jeje.
Sonya mengambil ponselnya dari dalam tas. Ia membuka kontak Cleo dan memperlihatkannya pada Jeje. ''ini! Catet lah nomer Kakak, katanya kalau kamu ada kesempatan segera hubungi Kakak.''
Jeje tersenyum. Ia langsung mencatat nomer Cleo di ponselnya. ''Udah aku catet. Aku pasti akan langsung menghubunginya setelah mendapat kepastian.''
Sonya manggut manggut.
Lagi lagi kerlingan mata Jeje tertuju pada Shania. Jeje sempat berfikir, kira kira topik pembicaraan yang seperti apa ya untuk memancing Shania berbicara. Dan akhirnya Jeje pun menemukan Ide.
''Shan, gimana kalau kapan kapan kita ke mall?''
Sungguh, omongan Jeje itu membuat Shania kaget. Shania memang saat itu mengacuhkan, tetapi disisi lain ia sangat merespon omongan Jeje itu dalam hatinya. Baru kali ini Jeje mengajak nya jalan, selama ia berteman dengan Jeje, tidak pernah!
''Bukanya kamu ingin banget jalan jalan denganku? Kita bisa lihat baju, peralatan make up atau pun membeli ice cream.'' tambah Jeje.
Kali ini, Jeje memang paling bisa menarik hati seseorang. Sebenarnya, memang sedikit ragu bagi Jeje mengajaknya jalan. Apalagi orang tuanya pasti gak suka. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya itu lah caranya untuk bisa menyenangkan hati Shania. Paling paling jika sampai kedua orang tuanya tau, ia pasti cuma di ceramahi nya.
''Aku ikut, donk.'' pinta Sonya.
''Tentu! Kita jalan sama sama. Kita foto foto bareng. Makan bareng di sebuah kedai, membeli gulali. Pokoknya semuanya kita lakukan.'' bujuk Jeje.
Shania keheranan. Akhirnya Shania ingin sekali menanggapi omongan Jeje itu. ''Kamu serius?''
Jeje manggut manggut.
''Bagus! Udah lama aku ingin jalan jalan bersama kalian.'' kata Sonya dengan perasaan senang.
''Tapi, apa nanti kita jalannya pas sepulang sekolah?'' tanya Sonya.
''Tentu, kalau aku pulang ke rumah dulu, pasti orang tuaku gak akan ijinin aku buat keluyuran. Kamu kan tau sendiri Ayahku itu kaya apa.'' jawab Jeje seolah olah membuat Sonya untuk mengerti.
''Oh, okelah! Kamu mau kan, Shan?''
Shania manggut manggut. Tentu ia akan senang. Sudah bertahun tahun mereka berteman dan akhirnya bisa bersenang senang bersama, selama ini, mereka hanya sering bertemu di sekolah saja.
***
Dua kilometer, sudah sejauh itu mereka berempat berjalan menuju kediaman Stella. Ketiga gadis belia itu sudah terlihat kelelahan, kecuali Stella. Mungkin karena Stella sudah terbiasa.
''Masih jauh gak, Stell?'' keluh Ve.
''Bentar lagi, kok.''
''Apa gak ada kendaraan apa disini? Jauh banget, Stell. Mana panas lagi. Bisa item, deh.'' tambah Ve.
''Sebenarnya ada sih, angkot.''
''Lalu kenapa kita gak naik angkot aja?'' kata Melo.
Stella menjelaskan. ''Disini jarang sekali angkot lewat, sekalinya lewat kadang suka penuh. Perumahan ini baru saja diresmikan enam bulan yang lalu. Jadi masih sedikit angkutan umum disini. Lagipula penghuni disini rata rata berpangkat tinggi, mereka semua pada pakai kendaraan pribadi.''
''Apa kamu gak punya kendaraan, Stell?'' tanya Ve berlebihan. Memang, pertanyaan Ve itu agak sedikit menyinggung. Ia memang sering sekali ceplas ceplos kalau mengobrol. Entah karena ia terbiasa hidup mewah makanya ia kurang tahu dengan yang namanya Etiket. Melo dan Dhike hanya menunduk malu mendengar kalimat Ve tadi. Mereka harap, Stella akan terbiasa dengan Sikap Ve itu.
''Aku punya motor. Tapi, kalaupun aku pakai motor gak akan muat berempat. Apa kata para cowok kalau kita naik berempat nanti.'' Stella tertawa geli.
Ve ikut tertawa, ia membayangkan jika mereka berempat naik motor bersama. ''Haha, iya, iya.''
Melody melirik Dhike yang ada disebelahnya. Ia merasa cemas, Dhike baru saja sembuh, eh malah sudah di ajak jalan jauh dibawah terik matahari. Dhike menyadari lirikan Melo itu, pasti dirinya telah mengkhawatirkan aku, pikir Dhike.
''Aku gak apa apa kok, Mel.'' kata Dhike tiba tiba.
Melody tersenyum, ternyata Dhike mengetahui apa yang Melody pikirkan.
''Itu rumahku!'' seru Stella.
Ve, Melo dan Dhike terdiam sejenak, semua mata nya sedang mengamati sekeliling bangunan rumahnya. Bangunannya bisa dikatakan 'wah' luar biasa! Tapi, apa bangunan sebesar dan semewah ini hanya memiliki kendaraan sepeda motor saja? Serentak mereka bertiga berfikir dalam hati.
''Ayo masuk!''
Mereka berempat segera masuk kedalam rumah. Udaranya sungguh sejuk di teras rumahnya.
''Aku pulang!'' seru Stella.
''Ayo semuanya masuk. Kita ke kamar ku. Gak ada siapa siapa, kok. Kedua orang tua ku lagi kerja, hanya ada adik ku dirumah.''
''Kamu punya adik, Stell?'' tanya Ve.
Stella menggangguk.
''Siapa namanya? Boleh kita kenal?'' kata Melo.
Permintaan yang bagus. Melody memang tahu betul cara berbaur dengan sopan.
''Sonia! Sonia!'' panggil Stella.
Tidak lama kemudian adik nya keluar dari kamarnya yang letaknya tidak jauh dari ruang tamu.
''Ya, kak.'' sahut Sonia.
Sonia kaget setelah melihat ada teman teman kakaknya itu. Wajah Sonia memerah, menjadi malu.
''Kenalin, ini teman teman kakak sekelas.''
''Hai, aku Melody.''
''Aku Dhike.''
''Kalau aku Ve. Orangnya baik hati, ramah dan juga penyayang.'' seloroh Ve.
Melo dan Dhike tertawa geli mendengarnya.
Sonia menjadi grogi. ''a-aku Sonia Natalia.''
''Dia masih SMP.'' tambah Stella.
''Oh.'' semuanya manggut manggut.
''Son! Tolong kamu bawakan minuman dan kue ke kamar ku, ya.'' pinta Stella.
Sonia menggangguk. Ia segera berjalan ke dapur.
''Ayo semuanya kita ke kamar ku. Ada dilantai atas.''
Sesegera itu pula mereka berjalan menuju kamar Stella.
Setelah tiba dikamar, semuanya tergeletak kecapean di lantai. Bagaimana tidak, mereka semua sudah berjalan cukup jauh untuk bisa sampai di rumah Stella. Ve yang merasa kegerahan tidak tanggung tanggung untuk membuka seragam sekolahnya dan hanya berlapiskan kaos saja ditubuhnya. Toh orang yang ada dirumah Stella hanyalah wanita seumuran, tidak ada pria, pikirnya. Melihat itu, Stella segera menghidupkan AC dikamarnya.
''Bukannya dari tadi di nyalain, Stell.'' keluh Ve.
''Hehe, maaf.''
Stella melirik Dhike, dari tadi ia hanya berdiam diri saja. ''Dhike, kenapa diam aja ? Oya, apa kamu juga mau ikut latihan bersama kami?''
''Em, gimana ya. Gimana tar aja deh. Aku lihat kalian dulu saja.''
''oh, oke. Hmm. sebelum kita mulai latihan aku mau memperkenalkan shuffle sama kalian.'' kata Stella.
Stella segera menyalakan audio dikamarnya dan memutarkan musik elektronik. Ia pun sudah siap dalam posisi gerakan yang akan ia tunjukan.
''Mungkin untuk pemula kayak kalian gerakan ini sungguh mudah. Gerakan ini dinamakan running man, yaitu gerakan berlari ditempat namun gak berpindah.''
Semuanya memperhatikan dengan serius. Melihat Stella yang asik bergoyang membuat Ve tidak sabar untuk melakukannya. Ia pun segera bangkit dan mengikuti gerakan yang Stella tunjukan itu.
''Apa kayak gini?'' tanyanya.
''Iya, betul. Gimana, mudah kan? Mungkin ini gerakan yang paling mudah untuk pemula kayak kalian.'' sahut Stella.
''Hei, Mel! Ayo cepet ikutin.'' kata Ve.
''Nanti deh. Aku masih cape. Aku istirahat dulu.''
Tidak lama kemudian Sonia datang dengan membawa minuman dan juga cemilan.
''Makasih, ya.'' kata Melo pada Sonia.
''Sini ikut gabung aja sama kami.'' tambah Melo.
Sonia hanya senyam senyum tersipu. Dalam hati Sonia memang ia ingin sekali bergabung dalam kerumunan itu. Namun ia masih grogi. Melody segera menarik tangan Sonia dan bersikap seakan akan sudah kenal dekat. Mungkin dengan begitu mereka akan cepat akrab, pikir Melody.
''Ayo semuanya diminum dulu.'' seru Stella.
''Sambil kalian bersantai, aku mau tunjukan gerakan lainnya. Namanya Jacking dance. Gerakan ini juga bisa dikatakan gampang sih, hanya tubuh yang bergerak maju mundur, kayak gerakan gelombang gitu.''
Semuanya manggut manggut.
''Nah, kalau kalian sudah menguasai gerakan dasar seperti running man atau mungkin jacking dance, maka gerakan selanjutnya dinamakan jumpstyle. Gerakan ini memang agak sedikit sulit. Intinya adalah melompat, mengayunkan kaki kiri dan kaki kanan kedepan, belakang, kesamping, atau gerakan kaki memutar.'' ucap Stella sambil memperagakannya.
Ve mendecak kagum. ''Hebat!''
''cukup dulu, Kita istirahat dulu aja. Nanti dilanjut lagi.'' kata Stella.
"oya, apa kamu bisa nge dance juga?" tanya Melo pada Sonia.
"Iya, sedikit." sahutnya.
"Sejak kecil, dia suka ngikut ngikut aku saat sedang latihan. makanya dia bisa sampai sekarang." serobot Stella.
"oh, begitu." Melo manggut manggut.
Mungkin bagi Melo atau yang lain gak terlalu masalah dengan kata 'ngikut'. namun didalam hati Sonia merasa jengkel dengan kata 'ngikut' yang diucapkan kakaknya itu. terlalu jujur !
Sore itu Ayu berjalan di taman apartemen, niatnya ingin membeli bahan untuk makan malam, namun langkahnya terhenti setelah melihat seekor kelinci tepat didepannya. Ayu pun segera mendekati kelinci tersebut. ''Lucunya! Kenapa kamu sendirian disini? Kira kira siapa yang punya kelinci ini, ya?'' kata Ayu sambil mengelus ngelus kelinci.
''Lucu banget sih kamu. Kalau aku di ijinin pelihara kelinci, pasti aku sudah membawa mu ke apartemen ku. Tapi...''
''Itu punya ku!'' jawab seorang wanita remaja tiba tiba dari belakang Ayu.
Ayu terperangah. ''Maaf, aku gak tau.''
''Gak apa apa. Kamu boleh pegang.''
''Bener aku boleh pegang?''
Wanita itu menggangguk. Ia menyodorkan sebuah wortel pada Ayu seraya berkata. ''Ini, tolong kamu kasih makan aja.''
''Ya.'' Ayu manggut manggut senang.
''Apa kamu tinggal di apartemen ini?'' tanya wanita itu.
''Iya. Apa kakak orang baru disini?'' balik Ayu bertanya.
''Bukan, aku hanya kebetulan lewat sini untuk jalan jalan bersama Ayu.''
Ayu terperanjat. Ia keheranan. ''Ayu?''
''Iya. Ayu. Nama kelinciku Ayu.''
Ayu sempat terdiam. Ia masih tercengang dengan nama si kelinci itu, kok namanya bisa sama dengan nama dirinya.
Wanita itu memandang wajah Ayu yang penuh keheranan itu. ''Kenapa? Apa ada yang salah?''
''Oh, gak apa apa kok.''
''Aku ingin sekali melepaskan Ayu, tetapi aku gak bisa. Ada ikatan diantara kami berdua.'' kata wanita itu. Ayu tambah merasa ganjil. Kok perkataan wanita itu seperti sedang menyindir ku, pikir Ayu.
''Kayaknya kakak sangat menyayangi Ayu (kelinci), ya?'' kata Ayu. Seolah olah ingin menguji apa yang ada di pikiran wanita itu.
''Tentu saja. Aku sangat menyayanginya, aku gak akan melepaskannya. Ikatan di antara kami akan semakin kuat. Kalaupun Ayu (Kelinci) ingin berusaha kabur, aku akan terus mengejarnya. Karena aku menyukai kelinci itu.''
Lagi lagi Ayu tercengang. Belakangan ini hidup Ayu tidak tenang. Setiap pagi ia terbangun merasa akan ada malapetaka menimpa. Mungkin ini semua hanya imajinasi ku saja, pikir Ayu.
Tiba tiba saja Dhike datang, ia baru saja pulang dari rumah Stella. Ia melihat Ayu dan memanggilnya.
''Ayu!''
''Kakak!''
Ditinggalkannya wanita itu begitu saja oleh Ayu. Ia tidak sanggup lagi melanjutkan percakapannya dengan wanita itu. Ayu segera menghampiri Dhike.
''Kakak baru pulang? Kenapa sore sekali?''
''Aku baru dari rumah teman. Ngomong ngomong tadi kamu sama siapa?''
''Aku lupa tanya namanya. Tapi aku gak kenal, dia hanya sedang jalan jalan di taman ini.''
''Oh, gitu.''
''Oya, kak. Temani aku ke supermarket ya? Aku ingin belanja bahan bahan untuk makan malam nanti. Mau, ya?''
''Oke!''
Mereka berdua segera berjalan menuju supermarket seraya bercengkrama.
''Emangnya kamu mau masak apa?'' tanya Dhike.
''hmm, apa ya?''
''Tumis kangkung!'' seloroh Dhike tiba tiba.
''Ah, kakak. Kangkung lagi kangkung lagi.''
Mereka berdua tertawa.
''Gimana kalau Ayam goreng balado?'' kata Ayu.
''Boleh boleh.'' sahut Dhike.
Tepat dibelakang, wanita itu memperhatikan Ayu serta Dhike. Bidikan matanya sungguh tajam. Ini seperti sebuah permainan yang sangat menyenangkan, pikir wanita itu. Sedikit demi sedikit langkah wanita itu sudah mulai mendekati Ayu.
''Siapa wanita yang ada di sebelahnya? Temannya? Kakak kandung? Gak! Dia pasti teman satu apartemennya. Ayahnya hanya mempunyai satu anak saja. Dan dia adalah Ayu. Tapi, mereka kelihatan sangat dekat. Lebih dari sahabat. Sejak tadi pagi, ia gak bertemu dengan siapa siapa. Setelah pulang sekolah ia hanya mengurung dirinya di kamar. Dan setelah keluar, aku melihat ikatan yang begitu kuat di antara mereka. Gak salah lagi, itu pasti teman yang sangat dekat, saudara angkat? Kita lihat saja nanti. Mungkin ini karena ulah 'keputusasaan' dari anak itu. Memang gak mudah ditinggal seorang Ayah bertahun tahun lamanya. Apalagi ia gak tau nasib Ayahnya itu kayak apa sekarang. Sungguh, dunia manusia memang penuh kekejaman. Kita harus kejam untuk bisa terus bertahan di dunia yang kejam ini. Yang lemah akan selalu terinjak. TARGET LOCKED! '' Senyum Sendy.
***
''Aku pulang!'' seru Melody dari luar rumahnya. Tidak ada yang mendengar.
Didalam rumah Frieska sedang asik menonton TV. Ruangannya gelap, langit sudah mau berganti malam. Sangking asiknya lupa menghidupkan lampu. tanggung, film nya lagi seru serunya, pikir Frieska. Bahkan, kakaknya di luar sana tidak ia dengar. Saat itu pintu memang sengaja di kunci oleh Frieska, itu sudah merupakan perintah dari orang tuanya jika Frieska seorang diri dirumah.
''Frieska, Buka pintunya!'' ulang Melo teriak.
Beruntung, teriakan terakhir Melody itu mampu Frieska dengar. Ia langsung membukakan pintu.
''Kenapa baru pulang? Habis main, ya?'' tukas Frieska.
''kakak habis dari rumah teman. Kenapa ruangannya gelap banget?''
''Aku lagi asik nonton. Jadi lupa deh.''
Mengingat kata nonton, Frieska melejit menuju Tv. Ia kembali melanjutkan nonton film nya. Sedangkan Melody terlihat kelelahan, ia berbaring santai di sebelah adiknya itu.
''Mamah masak apa?'' Desis Melody.
''Lihat aja di meja, kak.'' sahut tak Acuh Frieska.
Melody mendecak. ''Kakak serius. Kalau Ibu gak masak, kakak mau masak sekarang. Bisa bisa nanti ngomel kalau Mamah pulang nanti. Kaki kakak pegel banget nih.''
''masak kok, kak.''
''Kamu udah cuci piring, belom?''
Frieska hanya menggangguk.
''Udah nyapu belum?'' tanyanya lagi.
Frieska menggangguk lagi.
''Udah bersihin kamar, belom?''
Lama lama Frieska jengkel. Sejak kapan kakaknya itu banyak omong. Lagi seru seru nya nonton malah di ganggu, pikirnya.
''Kok gak jawab?''
''Aduh, kakak! Bisa diem bentar gak? Lagi seru nih. Nanti aja kalau udah iklan baru tanya.'' protesnya.
Melody menghela nafas. ''Bantuin kakak dong. Kakak capek banget nih. Kakak gak mau kalau Mamah nanti ngomel ngomel kalau lihat isi rumah kayak kapal pecah.''
''Iya, nanti dibantu. Memangnya kakak habis ngapain, sih?'' tanya Frieska penasaran.
''Kakak habis latihan nge dance di rumah temen.''
Seketika itu pula adiknya terperangah. Mendengar kata dance membuat Frieska tercengang. Sejak kapan kakaknya itu tertarik dengan hal itu. Selama ini kan gak pernah! Pikir Frieska. Omongan kakaknya barusan mampu mengubah suasana. Frieska mendelik menatap kakaknya. ''Kakak serius?''
''Kenapa kamu sampai kaget begitu?''
Tiba tiba saja adiknya itu bersikap manja pada kakaknya, seperti sedang mengharapkan sesuatu darinya. ''Kasih tau dong, kak. Kakak latihan dimana? Aku juga pengen ikut atuh.''
Melody hanya terdiam tanpa komentar. Ia sudah mengira bahwa adiknya pengen ikut ikut dengannya. Kakak beradik memang sering seperti itu, kadang jika kita berada di posisi sebagai Kakak suka merasa jengkel. Dari mulai gaya hidup, menggeluti sesuatu atau mungkin sampai style fashion, terkadang suka ngikut ngikut.
''Tanya Mamah aja nanti kalau mau ikut.''
''Emangnya ada apa kak, sampai sampai kakak mau belajar Nge Dance?''
''Kakak mau ikut Audisi sister group AKB48 yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi.''
''Memangnya kakak daftar dimana?''
''Di internet.''
''Syaratnya?''
''Wanita, umur tiga belas sampai delapan belas tahun, attractive, talented. Sulit kan dengan kata Talented?'' sindir Melody.
Frieska menggelengkan kepalanya. ''Enggak tuh. Apa kakak lupa? Dulu kan aku pernah ikut kontes Dance saat masih SMP.'' balik sindir adiknya. Sindiranya mampu membuat Melody iri. ''Wuu, curang!''
Frieska tertawa renyah. ''Asik, setelah di ijinkan sama Mamah, pokoknya aku harus daftar juga.''
''Yasudah terserah kamu. Kakak capek mau istirahat dulu. Jangan lupa bebenah ya habis nonton.''
''Ya.''
***
Pukul delapan malam di sebuah ruangan latihan gedung talent. Shania mendengus kesal. Dibantingnya kaleng minuman yang setengah kosong itu ke lantai. ''Sebenarnya dimana kak Cleo? Kenapa jam segini belum dateng juga?'' tanya Shania pada Sonya.
''Aku juga gak tau. Gawat nih kalau pelatih datang duluan. Sedangkan kita baru dua orang saja. Aku takut pelatih malah mengeluarkan kita dari group.'' sahut Sonya.
''Itu udah pasti. Bayangin aja gimana kesalnya pelatih mengurus kita yang susah di atur ini. Bukan! Bukan kita, tapi Jeje! Sebenarnya yang keras kepala itu kita atau Jeje sih?''
''Dua duanya.'' kata Sonya santai. Mendengar pendapat Sonya itu, Shania melirik tajam Sonya, kesal! Bukanya membela dirinya malah menyalahkan keduanya, pikir Shania.
''apa kamu tadi udah telepon kak Cleo?'' tanya Shania.
''Udah tadi. Tapi gak di angkat angkat, mungkin lagi menyetir.''
''Coba kamu telepon lagi. Mungkin dia gak denger, atau enggak kamu hubungi nomer yang satunya lagi, kalau perlu langsung video call aja dengan tablet mu itu. Kalau masih gak di angkat juga, kamu lacak aja dia via ponsel mu itu.'' ucap Shania gelisah.
Sonya menjadi jengkel. Wajah nya langsung terasa panas. Sikap Shania itu terlalu berlebihan. ''Kamu hubungi aja dia gih. Siapa sih yang mau itu semua terjadi. Aku juga gak mau, Shan. Udah tenang aja dulu, jangan panik kayak gitu. Nih pakai ponsel ku kalau kamu mau.'' kata Sonya sambil menyodorkan Ponselnya pada Shania.
Shania malah bertambah kesal, ia membalikkan tubuhnya. Selama ini Shania tidak pernah menggunakan yang namanya smart phone, apalagi menguasainya. Kalaupun bisa, Shania juga bakalan tidak tahu nama kontak Cleo di ponselnya. Ribet! Hanya memperlama saja, padahal waktunya sangat mepet. apa salahnya di hubungi lagi, gerutu Shania.
''Ya udah kalau gak mau.'' sindir Sonya.
Tidak lama kemudian pelatihnya datang menghampiri Sonya serta Shania. Mereka berdua terlihat sangat panik. Entah keputusan apa yang akan mereka terima dari pelatih setelah tahu keadaannya.
''Malam! Dimana yang lainya? Kalian hanya berdua?'' tanya pelatih itu.
Shania serta Sonya menunduk. Bibir mereka masih terkancing, belum ada yang berbicara. Takut takut kalau ada yang salah ngomong nantinya bencana yang mereka takuti akan menerjang. Mereka pun belum tahu pasti dengan keadaan Cleo yang tidak hadir itu.
''Kenapa gak ada yang jawab?'' ulang pelatih. ''Saya heran sama kalian, kenapa sulit sekali untuk taat saja sama saya. Lagi lagi buat saya kecewa. Ini udah yang keempat kalinya, lho. Selama saya mengajar belum ada tuh yang seperti kalian yang selalu melanggar. Apa susahnya sih mencari pengganti satu orang saja. Saya sudah memberi keringanan pada grup kalian. Mana ada pelatih disini yang mau mengajar grup yang isi muridnya kurang dari sepuluh orang. Sedangkan grup kalian sudah saya kasih keringanan. Apa mengumpulkan empat orang saja susah? Dimana ketua kalian?''
''Mungkin lagi di jalan.'' kata Shania, berusaha menenangkan suasana saat itu.
''Aku disini!'' teriak Cleo yang berada di sisi pintu ruangan. Disebelahnya, Cleo sudah membawa seseorang untuk menggantikan Jeje.
Shania serta Sonya mendelik memandang anggota barunya. Tidak ada dari mereka yang mengenalnya. Siapa dia?
''Maaf, aku terlambat.''
''Tak apa. Apa dia yang akan menggantikan Teman mu yang bernama Jeje itu?''
Cleo menggangguk.
''Bagus. Dengan begitu kita bisa mulai latihan. Saya tinggal dulu untuk ambil beberapa kaset. Kalian tunggu disini.'' kata pelatih.
Cleo serta orang baru itu segera menghampiri Sonya serta Shania. Anak baru itu terlihat begitu malu. Ia gugup serta gemeteran. Ditariknya tangan wanita itu oleh Cleo. ''Ayo sini! perkenalkan, dia adalah teman teman ku. Yang ini namanya Shania, dan yang ini Sonya.'' ujar Cleo.
Sonya hanya senyam senyum memandang anak baru itu, sedangkan Shania wajahnya cemberut. Sikapnya begitu jutek. Shania masih belum bisa menerima orang baru itu sebagai pengganti Jeje.
''Siapa nama kamu?'' tanya Sonya.
wanita itu gugup. ''A-aku...Namaku...''
Bersambung...