Sekitar sembilan bulan lalu, pengelolaan boyband SMASH diambil alih oleh
 keluarga. Mereka kemudian menunjuk manajemen baru, yang dipercayakan 
pada Kunto, salah seorang mantan karyawan Sony Music Indonesia.
Peralihan itulah awal sebuah masalah muncul bagi boyband yang 
beranggotakan Morgan, Rafael, Bisma, Ilham, Dicky, Reza dan Rangga itu. 
Pihak PT Primatama Starsignal, selaku pencetus dan pemilik nama SMASH 
merasa tidak begitu saja bisa dengan mudah menyerahkan pada pengelola 
baru. Karena pihaknya yang telah bekerja keras dan mengorbitkan tujuh 
pemuda tersebut.
PT Primatama Starsignal merupakan perusahaan yang dikelola oleh tiga 
serangkai, yakni Lia Gustantri, Dean dan Benny. Mereka mengaku sebagai 
pihak yang telah bekerja keras melahirkan SMASH. Mulai proses audisi 
hingga mengorbitkan ke pasar musik. Miliaran rupiah sudah dikeluarkan, 
apalagi di tengah-tengah suasana masa sulit tidak ada orang yang peduli 
dengan pembiayaan mereka.
Lia bahkan harus mengelola keuangannya demi operasional SMASH yang 
membutuhkan biaya sekitar Rp 24 juta per minggu saat itu. Belum lagi 
biaya awal pendirian, berikut kebutuhan audisinya. Namun belakangan 
pihak keluarga justru dengan mudah mengambil alih.
Konflik PT Primatama Starsignal dan pihak keluarga terus bergulir. 
Proses peralihan manajemen lama ke manajemen baru pun hingga kini belum 
beres, karena kesulitan mempertemukan mereka.
Konflik pun akan terus berlanjut, lantaran Primatama Starsignal merasa 
menjadi pemilik brand SMASH yang telah didaftarkan ke Direktorat Jendral
 Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pihak keluarga diharuskan mengganti 
nama dan logo SMASH dengan nama yang lain, SMASH pun terancam bubar.
 
 
 
 
 
